SMAN 1
TALIWANG
KABUPATEN
SUMBAWA BARAT
D
I
S
U
S
U
N
O
L
E
H
ANGGOTA :
·
ILHAM GOEFRAN
·
SRY NAHDATULLAH
·
ASMAWATI
·
NAFILA GUSTINA
·
INAYATUL FAJRIYAH
·
BERRY
·
WAHYUDI OCTAVIAN
·
M.ANSHORI
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
...........................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1.
Pengertian Demokrasi
2. Prinsip Demokrasi
3. Model Demokrasi yang diterapkan yang
Sesuai dengan Keadaan Negara
BAB II
PEMBAHASAN
1.Demokrasi
Pancasila di Era Orde Baru
2.Perbedaana Demokrasi di Indonesia pada Masa
Orde Lama,OrdeBaru dan Reformasi
3. Pemilihan Umum
4.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
5.Kekurangan
Sistem Pemerintahan Orde Baru
BAB III PENUTUP
A.KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”DEMOKRASI PANCASILA PADA MASA ERA
BARU”.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Taliwang 28
Oktober 2013
Penyusun
KELOMPOK II
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
1.
Pengertian Demokrasi
Istilah
demokrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat atau
“kratos” berarti pemerintah. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau
suatu pemerintahan dimana rakyat memegang kedaulatan yang tertinggi atau rakyat
diikut sertakan dalam pemerintahan negara.
Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi
yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap Demokrasi Pancasila. Perbedaannya
terletak pada aturan pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat
beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pada Orde Reformasi sekarang ini,
yaitu:
a.
Pemilihan umum lebih demokratis
b.
Partai politik lebih mandiri
c.
Pengaturan hak asasi manusia
d.
Lembaga demokrasi lebih berfungsi
e.
Konsep Trias politika masing-masing bersifat otonom penuh
Saat ini
tampaknya kekuatan rakyat sangat dominan. Bahkan etika, moral dan aturan
hukum diinjak-injak demi demokrasi keblabasan yang telah diyakini banyak
pihak. Kekuatan rakyat yang tanpa etika dan aturan itu sangat mungkin
menjadi kontraproduktif yang akan menghancurkan bangsa ini. Namun
dalam perjalanan demokrasi dalam era reformasi berjalan terlalu cepat dan tidak
terarah. Dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan
yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang
mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara
lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1.Keluarnya
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2.Ketetapan No. VII/MPR/1998
tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3.Tap MPR RI No. XI/MPR/1998
tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4.Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998
tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5.Amandemen UUD 1945 sudah sampai
amandemen I, II, III, IV
Pertemuan ke delapan. Banyak
orang menganggap angka delapan merupakan angka keberuntungan. Dan semoga
pertemuan ke delapan menjadi keberuntungan pada pertemuan-pertemuan
selanjutnya. Setelah UTS perkuliahan ke delapan adalah perkuliahan
pertama. Pikiran dan hati masih terpaut dengan hasil UTS. Badanpun masih malas
untuk kekampus, banyak mata yang bengkak karena tidur terlalu malam dan terlalu
menikmati kebebasan setelah berkutat pada buku. Rasanya masih ingin menikmati
keindahan pulau kapuk dalam kedamaian dan kebebasan. Namun semua itu sirna
begitu saja, semangat dari Bapak Adib menyulut semangat mahasiswanya. Dan
dengan selalu semangat pula dosen PPKn kita ini memberikan perkuliahan yang mudah
meresap dalam ingatan para mahasiswa.
2. Prinsip Demokrasi
- Kedaulatan Rakyat: kedalautan berada ditangan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari pemerintah: setiap tindakan yang dilakukan untuk pemerintahan suatu negara harus disetujui oleh pemerintah.
- Kekuasaan mayoritas: kekuasaan ini bukan kekuasaan mayoritas dalam hal negative, tapi kekuasaann mayoritas diamnil dari pendapat mayoritas.
- Hak-hak minoritas: dalam demokrasi hak-hak minoritas diabaikan, karena setiap anggota negara memiliki hak yang sama khususnya dalam mengeluarkan pendapat agar hak mereka juga didengar oleh pemerintah.
- Jaminan HAM: manusia memiliki HAM, didalam HAM terdapat jaminan bagi individu untuk mendapatkan haknya seperti menyampaikan pendapat.
- Pemilihan yang bebas dan jujur: PEMILU yang diharapkan menjadi salah satu ajang bagi masyarakat untuk memberikan suara di negaranya sendiri yang bersifat jujur dan bebas tanpa ada campur tangan maupun desakan dari suatu kelompok
- Persamaan didepan hukum: ini termasuk dalam HAM dan Rule of Law, setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang sama didepan hukum. Tidak melihat siapa dia dan dari mana individu tersebut berasal.
- Proses hukum yang wajar: tidak ada yang ditutupi dan sesuai dengna prosedur yang berlaku.
- Demokrasi liberal: demokrasi yang melindungi hak-hak individu dri kekuasaan pemerintah
- Demokrasi pemimpin: demorasi yang dipercayakan kepada rakyat seperti di Indonesia.
- Demokrasi sosial: demokrasi yang peduli terhadap keadilan sosial.
- Demokrasi partisipasi: demokrasi yang menyebabkan tombal balik antara yang mengusasi dan yang dikuasai.
- Demokrasi konstitusional: demokrasi yang menegakkan ketentuan demokrasi.
BAB II PEMBAHASAN
1.Demokrasi Pancasila di Era Orde Baru
Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang
terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil.
Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan
dewasa ini. Stabilitas yang entah semu atau memang riil tersebut,
diiringi juga dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan,
era penuh kestabilan, yang saat ini menimbulkan romantisme dari banyak kalangan
di negara ini, ditandai dengan semakin gencarnya campaign “piye kabare”
di seantero pelosok nusantara. Menariknya, dua hal yang menjadi warna Indonesia di
era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari
keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah (baca: Soeharto)
untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu
diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya
kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal, kala itu tentunya.Gencarnya penanaman nilai-nilai Pancasila di era
Orde Baru salah satunya dilatarbelakangi hal bahwa rakyat Indonesia harus sadar
jika dasar negara Indonesia adalah Pancasila itu sendiri. “Masyarakat
pada masa itu memaknai pancasila sebagai hal yang patut dan penting untuk
ditanamkan”, ujar Hendro Muhaimin, peneliti di Pusat Studi Pancasila UGM.
Selain itu menurutnya pada era Orde Baru semua orang menerima Pancasila dalam
kehidupannya, karena Pancasila sendiri adalah produk dari kepribadian dalam
negeri sendiri, dan yang menjadi keprihatinan khalayak pada masa itu adalah
Pemerintahnya, bukan Pancasilanya. Hendro Muhaimin juga menambahkan bahwa
Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap
menggunakan. Selain itu, contoh dari gencarnya penanaman nilai-nilai tersebut
dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi,
yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi
masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan
Pancasila sebagai asas utamanya. Apabila ada asas-asas organisasi lain yang
ingin ditambahkan sebagai asasnya, tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, muncul juga anggapan bahwa Pancasila dianggap sebagai “pembius”
bangsa, karena telah “melumpuhkan” kebebasan untuk berorganisasi.
Romantisme Pelaksanaan P4
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman
nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti
UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang
berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut
disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk
penataran P4 untuk siswa baru Sekolah
Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan
di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara
menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi. Dalam ungkapan
Langenberg (1990), Orde Baru adalah negara dan sekaligus sistem negara (pemerintahan
eksekutif, militer, polisi, parlemen, birokrasi, dan pengadilan), yang sejak
1965/1966 membangun hegemoni dengan formulasi ideologi sebagai tiang
penyangganya.Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara,
nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal
mengontrol perilaku masyarakat. Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang keramat
sehingga tidak boleh diutak-atik maupun ditafsirkan dengan beberapa penafsiran. Seakan-akan ukurannya
hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan
penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap
politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam
prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.Penanaman nilai-nilai
Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di
masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke
dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab
setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai
dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun
tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang
benar-benar pro-rakyat.
Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan
Tidak salah jika menyebut era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya”
Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya
mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian
setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Pada sebuah forum di tahun 1972, dalam
sebuah kunjungannya ke Australia, Soeharto menyatakan bahwa kepribadian bangsa
Indonesia terbentuk dari perjalanan sejarahnya, baik ketika dalam masa
kegemilangan di era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram, maupun ketika
dalam fase penderitaaan di bawah penjajahan sepanjang tiga setengah abad.
Kepribadian tersebut kemudian menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia,
yakni Pancasila, yang sila-silanya merupakan sebuah kesatuan yang bulat. Di
dalamnya juga tersimpul mengenai kesadaran bangsa Indonesia bahwa manusia tergantung
pada keseimbangan-keseimbangan, antara manusia dengan alam, manusia dengan
Tuhan, dan lahir dengan batin. Sebuah pemaparan ekselen, yang mungkin saja
memang bertujuan untuk menarik perhatian “para bule hadirin” dalam forum
tersebut, Australia-Indonesia Business Cooperation Committee. Lain
lagi ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya
Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force
yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior.
Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”,
menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta
merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam
Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto juga dengan lantang
menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus
dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya
selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam versi Orde Baru
tentunya.Pelaksanaan pemaparan materi P4 yang begitu digencarkan di era Orde
Baru juga merupakan upaya dari Pemerintah untuk menghegemonikan keberadaan
Pancasila di tengah rakyat Indonesia. Hendro Muhaimin, berpendapat bahwa tujuan
dari dilaksanakannya pemaparan P4 sebenarnya baik, mengingat Pancasila adalah
dasar negara, sudah seharusnya Warga Negara Indonesia memahami isi dan maksud
dari Pancasila, ke depannya bertujuan membentuk Warga Negara Indonesia sebagai
manusia yang ber-Pancasila. “Tujuannya memang sudah bagus dan mulia, tetapi
salahnya karena terjadi banyak penyimpangan seiring berjalannya pemerintahan
Orde Baru”, ujarnya.
Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru
Termasuk di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No.
II/MPR/1978 (sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri
manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir
Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk
suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan
makmur, jaya di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi
bumerangnya. Cita-cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja,
tanpa ada pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di
dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general. Sebagai contoh adalah mengenai
pelaksanaan demokrasi di era Orde Baru. Berwajahkan “Demokrasi Pancasila”, akan
tetapi dalam kenyataannya bak jauh panggang dari api. “Penataran itu sifatnya
hanya menghafal, kemudian mengenai proses pelaksanaan secara langsung dari 36
butir Pancasila, dulu melalui kegiatan seperti gotong-royong kerja bakti warga.
Tetapi pelaksanaan demokrasi pada saat Orde Baru itu sangat minim”, ujar Hendro
Muhaimin. Kebebasan tanpa koersi yang menjadi pilar utama dari prinsip
demokrasi secara umum, dipadukan dengan nilai-nilai Pancasila yang terkandung
melalui kelima silanya, sejatinya merupakan sebuah kombinasi yang apabila
dilaksanakan sesuai hakikatnya oleh Pemerintah Orde Baru tentu akan memberikan
dampak positif bagi kehidupan rakyat Indonesia pada saat itu. Akan tetapi,
justru koersilah yang menjadi “senjata” pemerintah untuk menciptakan kehidupan yang,
berdasarkan standar yang dibangun pada saat itu, bernuansa ketertiban dan
keselarasan.(***)
2.Perbedaana Demokrasi Di Indonesia Pada Masa
Orde Lama,Orde Baru Dan Reformasi
Pada masa Orde lama, Pancasila
dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi
oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan
dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam
suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat
merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila
terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang
berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila
yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode
1959-1966.
a. Masa demokrasi Liberal 1950-1959. Masa demokrasi liberal
yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala
Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen,
akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:
Dominannya partai politik; Landasan sosial ekonomi yang masih lemah; Tidak
mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950. Atas dasar kegagalan
itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Bubarkan
konstituante; Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS
dan DPASb.Masa demokrasi Terpimpin 1959-1966. Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri: Dominasi Presiden; Terbatasnya peran partai politik; Berkembangnya pengaruh PKI; Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi sentralisasi kekuasaan; Terbatasnya peranan pers; Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI. pemerintahan orde lama berakhir setelah keluar Surat Perintah Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966.
·
Sistem pemerintahan orde lama
kebijakan pada pemerintah,
berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada pemerintah,
sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Orde baru berkehendak ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik
terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional
kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan
dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada
pilihan yang sulit, memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau
mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti
yang dilakukan oleh Soekarno. sebutan bagi masa pemerintahan presiden Suharto
(sebutan ini muncul untuk membedakan dengan pemerintahan sebelumnya yaitu masa
presiden Soekarno).pemerintahan orde lama berakhir setelah keluar Surat
Perintah Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan Ketetapan MPRS
No.IX/MPRS/1966.dengan inilah maka demokrasi pancasila telah digunakan pada era
orde baru.
·
Sistem pemerintahan
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab,
Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang
menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde
Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru
hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih
menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde
Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini
terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi
yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang
diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter
dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh
faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi
masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen
pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi
profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah
sipil, dll.
Seperti juga Orde Baru yang
muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh
dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan
yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan
dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk
berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain.
Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat
disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan
kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi
kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas
masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme.
Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah
terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara
untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.Masa demokrasi pancasila pada Era Reformasi berusaha menembalikan
perimbanan kekuatan antara lembaga Negara,antara eksekutif, legeslatif dan
yudikatif . Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Pada masa
ini peran partai politik kembali menonjol dan menjadi nafas baru buat
indonesia.
Ciri-ciri demokrasi Pancasila masa
Reformasi
1. Mengutamakan musyawarah
mufakat
2. Mengutamakan
kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara
3. Tidak memaksakan kehendak
pada orang lain
4. Selalu diliputi oleh
semangat kekeluargaan
5. Adanya rasa tanggung
jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6. Dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
7.Keputusan dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan
8.Penegakan kedaulatan rakyat
dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan
lembaga swadaya masyarakat
9.Pembagian secara tegas
wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
10.Penghormatan kepada beragam
asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai
11.Adanya kebebasan mendirikan
partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia
·
Sistem pemerintahan
Kekuasaan orde baru sampai tahun 1998 dalam ketatanegaraan
Indonesia tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang terkandung
dalam pancasila dan UUD 1945.Gerakan Reformasi telah membawa
perubahan-perubahan dalam bidang politik dan usaha penegakan kedaulatan
rakyat,serta meningkatkan peran serta masyarakat dan mengurangi dominasi
pemerintah dalam kehidupan politik .Jadi, meskipun bangsa Indonesia telah
berganti-ganti system demokrasi dan pemerintahan ,namun pada akhirnya hingga
sekarang system demokrasi yang digunakan adalah system demokrasi Pancasila.Orde
reformasi : pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR),
pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi
Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana
bangsa ini.Dengan Dekrit 5 Juli 1959, Soekarno membubarkan Konstituante yang
bertugas merancang UUD baru bagi Indonesia, serta memulai periode yang dalam
sejarah politik kita disebut sebagai “Demokrasi Terpimpin”. Peristiwa ini
sangat penting, bukan saja karena menandai berakhirnya eksperimen bangsa
Indonesia dengan sistem demokrasi yang liberal, tetapi juga tindakan Soekarno
tersebut memberikan landasan awal bagi sistem politik yang justru kemudian
dibangun dan dikembangkan pada masa Orde Baru.Namun, di balik kesan kuat adanya
keterputusan antara “Orde Lama” dan “Orde Baru”, terdapat pula beberapa
kontinuitas yang cukup penting. Pertama, dua-duanya sangat anti terhadap
hal-hal yang dapat menyebabkan disintegrasi teritorial Indonesia,
dua-duanya dapat dikatakan sangat “nasionalis” dalam hal itu. Dengan demikian,
baik Soekarno maupun Soeharto amat mementingkan retorika “persatuan” dan
“kesatuan”. Bahkan, sejak 1956, Soekarno sudah menuduh partai politik di
Indonesia pada waktu itu sebagai biang keladi terpecah-belahnya bangsa, dan sempat
mengajak rakyat untuk “mengubur” partai-partai tersebut dalam sebuah pidato
yang amat terkenal.3. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.[rujukan?] Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27 kursi.[rujukan?] Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut, dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik.[rujukan?] Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan4.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
- Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565[rujukan?]
- Sukses transmigrasi
- Sukses KB
- Sukses memerangi buta huruf
- Sukses swasembada pangan
- Pengangguran minimum
- Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
- Sukses Gerakan Wajib Belajar
- Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
- Sukses keamanan dalam negeri
- Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
- Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
5.Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
- Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
- Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
- Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
- Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
- Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
- Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
- Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
- Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
- Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
- Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
- Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
- Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
- Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
BAB III PENUTUP.
- KESIMPULAN
Gerakan Reformasi telah membawa perubahan-perubahan dalam bidang
politik dan usaha penegakan kedaulatan rakyat,serta meningkatkan peran serta
masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam kehidupan politik .Jadi,
meskipun bangsa Indonesia telah berganti-ganti system demokrasi dan
pemerintahan ,namun pada akhirnya hingga sekarang system demokrasi yang
digunakan adalah system demokrasi Pancasila pada era reformasi karna Masa
demokrasi pancasila pada Era Reformasi berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan
antara lembaga Negara,antara eksekutif, legeslatif dan yudikatif Mengutamakan
musyawarah mufakat,Mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara Tidak
memaksakan kehendak pada orang lain selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
Adanya rasa tanggung jawab
dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati yang luhur dll.Demokrasi ini Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai
dengan sekarang. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol dan menjadi
nafas baru buat indonesia.